Siang itu seperti biasa Bali menjamu tamu dalam rupa keindahan langit biru dan debur ombak di atas pantai berkilau zamrud. Menghabiskan waktu pelesir di kawasan Uluwatu memang menjadi favorit CASA Indonesia saat bertandang ke Bali. Dinding tebing menjulang seakan menjadi pembuka kesenangan untuk menikmati pantai yang ada di bawahnya.

CASA Indonesia kembali ke Karma Kandara yang telah menjadi salah satu permata tersembunyi di ketinggian Uluwatu selama lebih dari satu dekade. Kalimat “kembali ke Bali” nampaknya menjadi tagline tetap saat menginap di resor ini. Ada dua spot yang tidak boleh dilewatkan ketika mengunjungi Karma Kandara, yang pertama adalah Karma Spa dan yang kedua adalah Karma Beach dengan pantainya yang menakjubkan.

John Spence, pendiri Karma Group (Foto: Heidi Barroll Brown)

Di balik Karma Kandara yang namanya begitu tersohor di kalangan pecinta pelesir eksklusif internasional, ada sosok John Spence yang telah melahirkan portfolio Karma Group di beberapa belahan dunia. Hingga kini, Karma Group telah melebarkan sayapnya di industri hospitality dengan 36 hotel dan resor di 10 negara, termasuk Indonesia. Tangan dingin Spence yang dianugerahi beberapa penghargaan seperti Edward P. Bass Honorary Fellowship dari Universitas Yale tahun 2020 dan Philanthropist of The Year tahun 2004 mampu secara konsisten membentangkan stabilitas Karma Group meski dunia diguncang pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.

Ada rasa yakin yang timbul ketika terbesit sosok John Spence. Ini bukan sekadar industri jasa, ini pasti tentang passion dan faith. Sebuah kesempatan wawancara pun berhasil didapat CASA Indonesia bersama John Spence yang telah mendirikan Karma Group sejak tahun 1993 dan mendulang petikan perjalanan yang mengungkap penjiwaan John Spence pada Karma Group di tengah pandemi.

Bagaimana Anda memandang Karma Group saat ini?

Karma Group telah berkembang dari usaha yang kecil sekali. 27 tahun lalu saya mengawalinya dari pantai di Goa, India hanya dengan beberapa orang. Dengan modal yang sangat terbatas di awal perjalanan, kini kami memiliki 33 resor dengan 600 developments, dan kami ada di banyak negara dan benua. Dalam perjalanan Karma Group hingga saat ini, salah satu yang membanggakan adalah kami tidak memiliki hutang dan dapat mandiri menciptakan iklim bisnis yang baik untuk perusahaan ini. Satu nilai yang saya utamakan bagi Karma Group adalah layanan terbaik kami untuk menikmati hiburan yang menyenangkan.

Kami melihat lansekap, desain, dan craftmanships adalah bagian dari DNA brand Karma. Bagi Karma Group, bagaimana desain mengambil peranan dalam membentuk pengalaman liburan bertaraf internasional di masa yang akan datang?

Pengalaman membuat saya mendapat kehormatan untuk mengajar di Yale University School of Architecture dan UCLA School of Architecture. Tidak, saya tidak mengajar mengenai teknik arsitektur maupun desain. Yang kami diskusikan adalah bagaimana hubungan antara arsitektur dan desain menjadi bahasa yang mengutarakan sebuah kenyamanan sekaligus bisnis. Bagaimana membangun sebuah resor tidak hanya bernilai estetik namun juga berfungsi optimal dan berjalan efektif dari segi bisnis. Saya sering menemukan ketika kita bicara mengenai industry hospitality hanya dilihat dari satu sudut pandang, namun di Karma Group kami menyeimbangkan fungsi dan operasional sehingga kepuasan tamu tercapai dan pendapat kami terus meningkat.

Karma Kandara, Ungasan, Bali (Foto: dok. Karma Resorts)

Lokasi resor Karma Group biasanya berada di daerah eksotis, ada alasan di baliknya?

Mudah! Karena saya memang menyukai traveling dan berkunjung ke daerah eksotis. Saya percaya ketika membangun bisnis hospitality, kemampuan membaca keinginan traveler adalah salah satu kemampuan yang harud dikembangkan. Hingga saat ini Karma Group sudah memiliki komunitas dengan 45.000 ribu anggota dengan kegemaran yang sama. Selalu ada destinasi baru yang layak untuk dikunjungi, dan itu yang saya terapkan untuk Karma Group. Itu yang membuat kami menyuguhkan kembali destinasi baru di Laos atau pegunungan Andalusia. Ingat, kami adalah penyedia jasa liburan yang menyenangkan!

Karma Haveli, Jaipur, India (Foto: dok. Karma Resorts)

Apa yang ingin disajikan untuk setiap tamu yang mengunjungi Karma Resorts?

Jika saya katakan moto kami adalah menciptakan pengalaman atau menciptakan hiburan, memang demikian. Ini artinya berbeda untuk setiap orang. Jadi, mungkin itu adalah restoran kami, dan kami bangga sekali karena memiliki restoran dengan makanan yang luar biasa. Kami bangga memiliki daftar minuman anggur, yang sering saya sendiri ikut pilih sebagai salah satu kesukaan saya, yakni minuman anggur. Kami bangga karena memiliki klub anak-anak yang seru. Artinya jadi pengalaman yang hebat bagi orang tua bisa meninggalkan mereka di sana, dan anak-anak bisa bermain dan menikmati berbagai keseruan. Kami memiliki beach club yang menawan. Kami memiliki DJ yang atraktif, yang kami bawa dan kurasi dari tempat-tempat seperti Ibiza dan Mykonos. Tidak boleh dilupakan, spa yang mengesankan. Kami menganggap diri sebagai perkumpulan anggota privat. Menciptakan pengalaman dan gaya hidup untuk anggota kami dan kami menjangkau hal sebanyak mungkin.

Sejauh mana Karma Group mengadaptasi kekayaan budaya lokal di setiap lokasi?

Setiap resor Karma berbeda satu sama lain. Semuanya membawa citra budaya setempat, membawa alam setempat, dan arsitektur setempat. Semua resor Karma berusaha relevan dan relevansi ini tidak selalu berarti bintang lima, tapi mungkin bintang empat, atau mungkin bintang tiga, mungkin sesuatu yang sesuai dengan kondisi setempat. Saya pikir bahwa orang menginginkan keunikan ini, mereka ingin gaya yang bukan massal, mereka tidak mengharapkan produk yang seragam.



Karma Borgo di Colleoli, Italia (Foto: dok. Karma Resorts)

Apakah Karma Group juga berkolaborasi dengan desainer, arsitek lokal atau internasional di setiap proyeknya?

Kami menggunakan banyak arsitek berbeda selama ini, dari arsitek internasional ternama, hingga arsitek lokal. Kadang saya merasa cara yang paling mudah adalah membuat konsep rencana induk dengan arsitek atau desainer internasional, kemudian menggunakan tenaga lokal yang memahami bagaimana cara mewujudkannya dalam lingkungan setempat. Sebagai contoh kami menggunakan desainer seperti Nicky Haslam yang sangat terkenal, atau arsitek seperti Henry Squire dari Squire & Partner di London, hingga Patrick Bellew dari Atelier Ten yang merupakan salah satu sustainable engineer terkemuka di dunia. Kami berkerja sama dengan mereka semua, yang mereka pun adalah penggemar Karma Group. Kami melibatkan mereka dalam proyek, mendapat masukan mereka, mendapat pikiran mereka, dan dieksekusi oleh tenaga setempat. Jadi kombinasi adalah kuncinya.

Dari semua properti Karma di dunia, yang mana yang paling Anda sukai dan apa alasannya?

Ini adalah pertanyaan yang sulit. Menurut saya ada dua, jika diharuskan memilih. Pertama adalah Karma Kandara di Bali, yang menempati tanah yang luar biasa di atas bukit. Saya membelinya 15 tahun yang lalu dan semua orang mengganggap saya gila, namun saya katakan saya ingin ada di sana. Resor yang lain saya pilih Preverger di selatan Perancis. Preverger adalah chateau yang pernah dimiliki Laura Ashley, dan sebelumnya oleh Jeanne Moreau. Lokasinya luar biasa hanya sedikit di luar St. Tropez di atas lahan seluas 200 are. Di sana ada ribuan pohon zaitun, ada perkebunan anggur, bisa swasembada dengan dengan berbagai hasil pertanian di sana, termasuk madu. Memiliki 18 kamar, chateau ini direnovasi oleh Nicky Haslam dan telah menjadi properti yang mengagumkan.

Karma Le Preverger, St. Tropez, Prancis (Foto: dok. Karma Resorts)

Bisa Anda ceritakan sedikit mengenai Karma Salak? Pengembangan apa lagi yang dilakukan belakangan ini? Adakah lokasi baru yang akan jadi resor Karma berikutnya?

Terus terang saya jatuh cinta dengan properti ini. Sekitar satu tahun lalu kami menyadari bahwa klien kami dari Australia belum bisa datang ke Indonesia, dan kami ingin sekali memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan bisnis kami di Indonesia. Sudah lama kami mendambakan memiliki resor di daerah lain dan memasarkannya lebih ke klien Indonesia, mendapatkan lebih banyak anggota dari Indonesia, dengan produk yang yang lebih relevan dengan pasar Indonesia.

Kami mendapat kesimpulan bahwa ada dataran tinggi di Jawa Barat dekat dengan Jakarta dan merupakan tempat yang tepat. Kami mencari lebih jauh di area Puncak, dan saya sendiri cukup beruntung saat itu sedang ada di Indonesia dan mengunjugi sendiri beberapa resor potensial. Dan saya jatuh cinta pada Karma Salak. Hanya 90 menit dari pusat Jakarta dan terletak di atas bukit, dengan pemandangan alam yang indah dengan udara segar, dan lebih sejuk.

Selain itu kami mencari resor baru yang dekat dengan Bandung, yang kami harap bisa dibuka dalam waktu dekat. Kami juga mencari di daerah lain di Jawa dan pulau lainnya. Rencana kami menambah sepuluh resor di Indonesia, tidak hanya untuk menarik pasar domestik namun juga menarik bagi konsumen internasional, sehingga mereka bisa menemukan rahasia keindahan Indonesia, dan mereka dapat mengunjungi tempat yang lebih eksotis dari yang biasa dikunjungi.

Karma Salak, Puncak, Jawa Barat (Foto: dok. Karma Resorts)Sebagai pertanyaan terakhir, apa yang menjadi komitmen Karma Group dalam menghadapi perubahan gaya hidup setelah pandemi?

Tentu ini adalah soal keamanan dan kenyamanan. Kami telah menjalankan program besar untuk vaksinasi karyawan kami sebanyak mungkin, dan kami baru-baru ini melakukannya di Bali dengan menyediakan 2000 vaksin untuk karyawan maupun keluarga dekat mereka. Rencana kami, hanya karyawan yang telah divaksinasi yang dapat melayani langsung konsumen. Menurut saya itulah yang akan berlaku di dunia.

Komitmen kami tetap sama. Komitmen kami adalah menyediakan lebih banyak resor. Kami memiliki 33 resor, kami memiliki 600 developments, kami antisipasi menjadi 50 dalam satu tahun lagi. Mantra kami adalah menyediakan lokasi yang eksotis di seluruh dunia yang memiliki gaya khas dan nilai-nilai yang menyatukannya. Dan kami terus akan melakukannya.